Jika ketaatan istri berbanding lurus dengan keridhoan suami,
maka,
barakahlah rumah tangga islami.
-Usth.Sayyidah-
Qoulan Sadiidaa
kekuatan terbesar bersumber dari diri sendiri, dan kata-kata adalah motivasi tertinggi
Sabtu, 28 Oktober 2017
Sabtu, 26 Agustus 2017
Anestesi
Belum pernah Muslim di negeri ini dibanting di atas ring realita secara nyata.
Sakit, pedih, memarnya benar-benar terasa.
Lawan yang lebih kecil badannya, dibantu wasit yang tak netral, memukul knock out raksasa yang selama ini dininabobokan aroma lem kesatuan dan persatuan.
Meleknya mata melihat realita, betapapun menyakitkan adanya,
adalah awal perubahan !
Pedihnya rasa setelah anestesi yang membius adalah pertanda dimulainya pemulihan luka.
Berubah membutuhkan mata yang nyalang.
Berpulih membutuhkan sistem syaraf yang sadar.
Allahu akbar !!
- Setelah 72 tahun -
Majalah Islam An-Najah, edisi 141 -- Agustus 2017
Sakit, pedih, memarnya benar-benar terasa.
Lawan yang lebih kecil badannya, dibantu wasit yang tak netral, memukul knock out raksasa yang selama ini dininabobokan aroma lem kesatuan dan persatuan.
Meleknya mata melihat realita, betapapun menyakitkan adanya,
adalah awal perubahan !
Pedihnya rasa setelah anestesi yang membius adalah pertanda dimulainya pemulihan luka.
Berubah membutuhkan mata yang nyalang.
Berpulih membutuhkan sistem syaraf yang sadar.
Allahu akbar !!
- Setelah 72 tahun -
Majalah Islam An-Najah, edisi 141 -- Agustus 2017
Sabtu, 12 Agustus 2017
Pre- 72 years ago (Islam, Ruh Perjuangan Pahlawan Nusantara)
--- KH. Hasyim Asy'ari
"Tauhid
berkonsekuensi iman. Orang yang tidak beriman, tidak akan bertauhid. Lalu, iman
berkonsekuensi syari'at. orang yang tidak menjalankan syariat, ia tidak akan
dikatakan beriman dan bertauhid." Kitab Adabul
'Alim wal Muta'allim
1945,
saat Pasukan Sekutu masuk ke Surabaya, KH. Hasyi Asy'ari muncul dengan Resolusi
Jihadnya.
--- Buya Hamka
Menurut beliau,
kebangsaan Indonesia justru makin kokoh jika disatukan dengan keislaman. Wujudnya
negara ini juga berdasarkan perjuangan ulama selama berabad-abad.
--- Pangeran Diponegoro
Dengan
bangga bergelar dengan 'khalifah', Sultan Ngabdulkamid Herucokro Amirul
Mukminin Panatogomo Jowo. Gelar dan tujuan perjuangan yang Islam(i) dan
untuk Islam.
Memimpin
perang terbesar yang sangat merepotkan Belanda, Perang Jawa (1825-1830 M).
Pangeran
Diponegoro mampu merangkul semua. Baik dari kalangan rakyat biasa, santri,
ulama, kemudian umara. Kemudian mampu memberikan pekerjaan sesuai dengan
kapasitas kemampuannya masing-masing.
Perang ini
berakhir dengan ditangkapnya Sang Pemimpin, ditawan, dan dibuang ke Sulawesi.
--- Pangeran Antasari
Pahlawan
dari Borneo, Kalimantan. Diberi gelar oleh pemimpin Kesultanan Banjar, Panembahan
Amirudin Khalifatul Mukminin
--- Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Rao, Tuanku Nan Renceh, Haji
Miskin, Haji Sumanang
Para
pemimpin perlawanan Kaum Padri. Ulama yang membawa ajaran pemurnian Islam di
Sumatra (1821-1837 M). Tokoh-tokoh yang berhaji ke Makkah dan kemudian pulang
membawa dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Perlawanan
diakhiri oleh Belanda. Imam Bonjol ditangkap dan dibuang ke Manado.
--- Sentot Ali Basya
Seekor singa
garang yang tak bisa dijinakkan. Panglima perang Pangeran Diponegoro. Ditangkap
Belanda (1829), dibuang ke Sumatra untuk memperkuat pasukan Belanda melawan
Kaum Padri (Imam Bonjol).
Di Sumatra
Barat, justru secara cerdik mengadakan kontak dengan anak buah Imam Bonjol. Menggabungkan
diri dengan kelompok Padri yang sedang berjihad fi sabilillah dan merencanakan
suatu kerjasama yang tepat mengusir Belanda dari seluruh Sumatra.
--- Cut Nyak Dien
1873-1904
jihad di Aceh terus berkobar. (Namun) dengan strategi belah bambu, sedikit demi
sedikit Belanda dapat menekan mujahidin Aceh. Hingga akhirnya, para pemimpinnya
ditangkap kemudian diasingkan.
Cut Nyak
Dien ditangkap di Aceh kemudian diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat.
--- Bung Tomo
Dengan
pekikan takbir "Allahu Akbar...! Merdeka atau Mati!", membakar
semangat arek-arek Suarabaya untuk berjihad melawan penjajah yang ingin
kembali.
--- Sultan Abdul Khair Sirajudin
Raja
Bima, NTB. Bersama Karaeng Galesong berangkat
ke Madura bersama pasukannya membantu Pangeran
Trunojoyo.
(Kemudian)
terus berlayar ke Barat sampai ke wilayah Banten membantu Sultan Ageng Tirtayasa.
--- Syaikh Yusuf Al-Makasari
Pahlawan
di setiap tempat yang ia singgahi. Setelah Makassar dikalahkan, beliau pindah
berjuang di Banten.
Di Banten,
ditangkap lalu diasingkan ke Srilangka (1684) kemudian ke Afrika (1693).
Mantan
presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela menyebutnya sebagai, 'Salah Seorang
Putra Afrika Terbaik'.
--- Tengku Daud Beureueh
Meminta janji
Soekarno agar Aceh menjadi daerah istimewa yang menerapkan syari'at Islam,
ditandatangani dalam surat resmi.
--- Mohammad Natsir
Pemikir
muslim, penentang gagasan nasionalis sekuleris Sukarno dari kalangan modernis. Banyak
mengkritik pandangan Soekarno yang sekuler.
--- A Hassan
Pemikir
muslim, penentang gagasan nasionalis sekuleris Sukarno dari kalangan modernis. Memelesetkan
judul tulisan Soekarno "Memudakan Pengertian Islam" menjadi
"Membudakkan Pengertian Islam".
--- Siradjuddin Abbas
Pemikir
muslim, penentang gagasan nasionalis sekuleris Sukarno dari kalangan
tradisionalis.
--- Ki Bagus Hadikusumo
Orang nomor
satu di Muhammadiyah, salah satu founding fathers negeri ini.
Berjuang,
berpidato di sidang BPUPKI agar negara dibangun di atas ajaran Islam. (bahwa)
Islam itu cakap dan cukup serta pantas dan patut untuk menjadi sendi
pemerintahan kebangsaan di negara kita Indonesia ini.
Melihat fakta sejarah yang demikian, (Sungguh).
Perjuangan mereka murni
karena panggilan iman,
kecintaan kepada Islam, kepedulian terhadap nasib
saudara seiman.
Bendera mereka satu, la ilaha illallah.
Bahkan tanpa jasa kaum muslimin, bisa
jadi kemerdekaan negara ini tidak pernah terwujud.
Majalah Islam An-Najah, edisi 141 – Agustus 2017
Jumat, 11 Agustus 2017
_KEMI 3 (Dr. Adian Husaini)
Ahmad Petuah berjanji akan menghimpun sebanyak mungkin
wartawan untuk membendung arus liberalisasi di Indonesia melalui media massa
dan buku-buku. Hanya saja, ia mengusulkan agar Kiai Rois memelopori penanggulangan liberalisasi melalui proyek
Pendidikan Tinggi, khususnya dalam bentuk Ma'had Aly, agar dari
lembaga itu bisa dilahirkan para ulama lagi.
"Ironis sekali. Di masa penjajahan Belanda dulu,
banyak pesantren bisa melahirkan ulama-ulama yang berkualitas pemimpin umat,
baik secara keilmuan maupun secara sosial, bahkan secara politik," jelas
Ahmad Petuah. "Tetapi sekarang," lanjut Ahmad, "Di masa
kemerdekaan, justru hampir tidak ada pesantren yang mampu melahirkan
ulama-ulama berkualitas pewaris Nabi. Ini tidak boleh dibiarkan. Oleh karena
itu, saya mohon, Pak Kiai Rois dan Pak Kiai lainnya segera berusaha keras
menyiapkan benteng besar dari arus liberalisasi ini. kita
harus punya minimal satu pusat kaderisasi ulama yang berkualitas internasional."
"...Untuk itu, saya serahkan kepemimpinan pesantren
ini kepada Rahmat. Sudah saatnya anak-anak muda
potensial seperti Rahmat ini kita percayai untuk memimpin.
Tantangan liberalisme dan lain-lain semakin berat ke depan. Itu memerlukan pemikiran dan tenaga-tenaga muda yang
cemerlang dan cekatan untuk menanggulanginya. Kami yang tua-tua akan
'mandito', mendalami ilmu lagi, dan terus mengawal proses perubahan....."
Tiba-tiba terdengar pekik tangis Rahmat.
"Itu tidak mungkin, Pak Kiai.... Pak Kiai jangan
meninggalkan kami. Bagaimana pesantren ini tanpa Pak Kiai? Mohon Pak Kiai
jangan meninggalkan kami," suara Rahmat terdengar pilu bercampur isak
tangis. Para tamu pun mulai menitikkan air mata, satu per satu.
"Ya, Pak Kiai Rois, apa sudah dipertimbangkan masak-masak.
Pesantren ini sudah berkembang, dan tidak bisa dipisahkan dari nama Kiai
Rois," kata Kiai Amin.
"Itu tradisi kita yang salah, Kiai Amin. Pesantren
ini bukan milik saya. Ini milik umat. Ini wakaf umat. Kita
harus berani memberikan kepercayaan kepada kader-kader kita untuk tampil dan
mengambil alih tanggung jawab kepemimpinan. Kita yang tua-tua
berkesempatan menambah ilmu dan menguatkan ibadah kita kepada Allah, sambil
terus memberikan masukan dan bimbingan jika diperlukan."
"Tetapi, saya belum sanggup, Pak Kiai. Saya masih
terlalu muda," sahut Rahmat.
"Rahmat, kalau kamu tidak sanggup dan berani memikul
tanggung jawab kepemimpinan ini, berarti saya gagal mendidik kamu. Saya tahu
kemampuan kamu. In syaa Allah kamu bisa. Sekarang ini sudah saatnya. Ingat
dulu, banyak Kiai yang memimpin pesantren umur belasan tahun. Kamu jauh lebih
hebat dari mereka-mereka itu. yang dituntut sekarang adalah keberanian dan
kebijakan. Itu akan kamu peroleh, in syaa Allah, sejalan dengan aktivitas yang
kamu jalankan. Sudah, kamu harus yakin karena saya yakin kamu mampu. Amanat ini
jangan kamu sia-siakan!"
---Kemi 3, hlm 263-264
Kamis, 10 November 2016
Senin, 03 Oktober 2016
Langganan:
Komentar (Atom)














